Membahas
tentang kecelelakaan memang tidak ada ujungnya. Banyak kasus kecelakaan yang
terjadi dari berbagai kasus dan sebabnya. Dalam UU No.22 Tahun 2009 pasal 48
yang menyatakan bahwa kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan wajib
memenuhi persyaratan teknis laik jalan, dan dalam ayat (2) disebutkan kendaraan
bermotor yang harus laik jalan itu terdiri atas susunan, perlengkapan, ukuran,
karoseri, rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya, pemuatan, penggunaan, penggandengan
kendaraan bermotor, dan atau penempelan kendaraan bermotor. Dalam artikel ini
saya hanya membahas tentang satu poin dari sekian poin yang harus dipenuhi
kendaraan bermotor untuk laik jalan. Poin tersebut yaitu tentang permasalahan
pemuatan.
Pantura
merupakan jalan kelas I yang mana jalan tersebut boleh dilewati kendaraan
bermotor dengan panjang maksimal 18 m, lebar maksimal 2,5 m, dan tinggi
maksimal 4,2 m serta dengan maksimal Muatan Sumbu Terberatnya adalah 10 ton. Kenyataan
yang ada di lapangan bahwa masih banyak kendaraan bermotor yang melewati jalan
pantura melanggar peraturan UU No.22 Tahun 2009 pasal 48 tersebut yang mana
berat MST (Muatan Sumbu Terberat) melebihi 10 ton atau biasa disebut dengan
overloading yaitu suatu kondisi beban gandar
kendaraan melebihi beban standar yang digunakan
yang dapat menimbulkan
kerusakan jalan dan meningkatkan resiko kecelakaan.
Masalah tersebut merupakan salah satu contoh masalah yang timbul akibat
overloading kendaraan bermotor. Lantas, mengapa hal demikian bisa terjadi?
Alasan mengapa mereka melanggar tentang masalah pemuatan karena efisiensi dan
efektifitas pengangkutan suatu barang, jadi perusahaan mengangkutnya dalam satu
kali perjalanan namun dalam jumlah yang besar atau melebihi kapasitas. Dalam
kasus ini perusahaan mengabaikan keselamatan dan resiko yang dapat terjadi yang
diakibatkan oleh overloading seperti jalan rusak dan resiko kecelakaan.
Permasalahan
mengapa hal tersebut bisa terjadi dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Dilihat dari sumber daya manusia pada sektor pengujian maupun pada aparatur di
jembatan timabng yang mana kurang tegas dalam memberikan sanksi terhadap mereka
yang melanggar akibat overloading dari barang yang mereka muat, bahkan beberapa
dari oknum petugas jembatan timbang menerima gratifikasi dari pemilik kendaraan bermotor.
Pemerintah
telah menentukan masalah pemuatan suatu kendaraan bermotor yaitu menurut jumlah
berat yang diperbolehkan (JBB) yang mana berat tersebut ditentukan pabrik
pembuat kendaran tersebut, dan menurut jumlah berat yang diizinkan (JBI)
ditentukan oleh penguji. Yang perlu dibahas dalam hal ini adalah dalam
penentuan JBI oleh penguji harus memperhatikan kelas jalan terendah yang
dilalui oleh kendaraan tersebut. Selain itu, melaui suatu perhitungan dengan
memperhatikan JBB, berat kosong kendaraan bermotor (tanpa pengemudi, penumpang,
dan penumpang), jarak sumbu (wheel base), jarak titik berat muatan (q) yang
diukur dari sumbu paling depan, jarak antar sumbu depan dengan titik berat
ruang tempat duduk pngemudi (p)/ titik berat kabin dan jumlah penumpang.
Berikut disajikan tabel tentang ketentuan JBI pada kendaraan bermotor
berdasarkan sumbu rodanya.